Tuesday, September 27, 2016

Kondisi Masyarakat Mekah Sebelum Islam Masuk

Kondisi Masyarakat Mekah Sebelum Islam Masuk - Ahli sejarah mengatakan bahwa Jazirah Arab itu bagian dari Benua Asia. Untuk mengetahui sejauh mana batas-batas wilayah, keadaan alam, negeri mana saja, juga bagaimana keadaan penduduk, mata pencaharian, keyakinan agama, dan lain sebagainya tentang Jazirah Arab, ikutilah pembahasan berikut.

Letak Jazirah Arab dan Batas-batasnya

Jazirah Arab ialah sebuah tanah di semenanjung yang terletak di bagian barat daya Benua Asia. Tanah ini terkenal dengan nama Jazirah Arab. Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jazirah Arab berarti Pulau Arab. Oleh bangsa Arab, tanah air mereka disebut Jazirah, walaupun masih berarti dengan daratan Benua Asia. Jazirah Arab hanya dibatasi oleh tiga jurusan laut, yaitu Lautan Merah, Lautan Hindia, Lautan Oman, dan Selat Persia.

Menurut keadaan iklim, Jazirah Arab terbagi atas lima bagian besar, yaitu sebagai berikut.
  1. Pertama: Tihamah yaitu wilayah yang terletak di bagian pantai timur Laut Merah. Wilayah ini dinamakan Tihamah karena ia sangat panas dan angin tidak ada. Tihamah berasal dari kata tahim artinya panas dan tidak berangin.
  2. Kedua: Hijaz, yaitu wilayah yang terletak di bagian utara tanah Yaman atau di sebelah timur wilayah Tihamah, membujur sampai ke perbatasan tanah Palestina. Hijaz artinya antara tanah ini, dinamakan Hijaz karena ia di antara daerah Tihamah dan Najed. Wilayah Hijaz adalah sebuah daerah/wilayah yang terdiri dari bukit-bukit pasir, tetapi pada bagian tengahnya berhadapan dengan pantai Lautan Merah yang terdapat iklim yang sedang hawanya. Di situlah berdiri dua buah kota suci Mekah dan Madinah.
  3. Ketiga: Najed, yaitu daerah yang membujur di antara wilayah Yaman di selatan dan Gurun Sahara Samawah dan Guruh Sahara ‘Arud dan tanah perbatasan Irak di utara. Najed artinya tinggi. Daerah ini dinamakan Najed karena tanahnya agak tinggi berbukit.
  4. Keempat: Yamamah, yaitu daerah yang memanjang dari Najed ke tepi pantai Lautan Hindia, dikelilingi oleh daerah-daerah Hadramat, Syihar, dan Oman di bagian timurnya.
  5. Kelima: ‘Arud, di dalam daerah ini termasuk wilayah Yamamah dan Bahrain. ‘Arud artinya melintang. Wilayah ini dinamakan ‘Arud karena ia melintang antara Tanah Yaman, Najed, dan Irak.

Kondisi Sosial

Pembahasan kondisi sosial bangsa Arab sebelum Islam adalah tentang kebudayaan jahiliah, pusat perdagangan, dan pusat peradaban.

1. Masyarakat Jahiliah

Kehidupan bangsa Arab saat itu terkenal dengan sebutan jahiliah. Secara makna kata, jahiliah artinya kebodohan. Namun, secara makna Al-Qur’an, jahiliah adalah sebagai bentuk penyebutan bagi siapa saja yang tidak mengetahui hakikat Tuhan atau tidak mau mengikuti apa yang diturunkan Allah. Dengan demikian, jahiliah berlaku bagi siapa pun yang tidak mau mengikuti aturan Allah, baik itu bangsa Arab maupun nonArab.

Perilaku jahiliah tidak terbatas pada menyembah patung, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, minum arak/khamar, berjudi, atau merampok yang saat itu terjadi di tengah-tengah masyarakat Arab. Lebih dari itu, jahiliah adalah semua keyakinan dan perilaku menolak mengikuti petunjuk dan konsep Allah.

Ada tiga kelompok masyarakat jahiliah. Pertama, masyarakat pagan yang nomaden (berpindah-pindah). Mereka adalah kelompok yang kaya dan mempunyai tradisi yang sangat beragam. Tradisi mereka yang nomaden masih memberikan ruang untuk mencari agama yang memberikan solusi terhadap kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Kedua, masyarakat pagan yang menetap. Mereka lebih religius jika dibandingkan dengan masyarakat pagan yang nomaden. Dari segi keyakinan, mereka dikenal sebagai penyembah berhala. Ketiga, mereka yang meyakini adanya tuhan, tetapi mereka tidak menafikan keberadaan kelompok lain.

Mereka hidup dalam budaya kesukuan, baik masyarakat yang tidak menetap maupun yang menetap. Beberapa keluarga hidup bersama dengan membentuk suatu kabilah. dari beberapa kelompok kabilah, mereka membentuk sebuah suku yang dipimpin oleh seorang syeikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan dan solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.

2. Pusat Perdagangan

Sejak dahulu kala, masyarakat Arab terkenal dengan budaya perdagangan mereka. Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan bangsa Arab adalah dari perdagangan, sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an dalam Surah Quraisy.

Berkaitan dengan hal itu, ada tiga alasan yang menyebabkan Mekah menjadi salah satu pusat perdagangan. Pertama, Ka’bah sebagai tempat suci yang membuat setiap orang terkesan untuk mengunjunginya. Kedua, adanya sumber mata air, yaitu air zamzam. Sebagaimana kita ketahui bersama, daerah Arab (Timur Tengah) merupakan daerah yang tandus sehingga sulit mendapatkan air. Keberadaan sumber air zamzam dengan nilai sejarahnya yang sangat luar biasa menjadi pemikat banyak orang untuk mendatanginya. Ketiga, Mekah adalah tempat yang menjamin keamanan dan kenyamanan. Mereka yang datang ke Mekah dilarang untuk menumpahkan darah sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap Ka’bah.

3. Pusat Peradaban

Kultur yang berkembang pada masyarakat Arab pada umumnya adalah kultur klenik yang dikenal dengan ilmu pengetahuan dan filsafatnya. Bahasa merupakan hal yang penting dalam pembentukan kebudayaan orang-orang Mekah pra-Islam. Dengan bahasa, mereka mampu menjalin kerja sama dengan masyarakat Arab lainnya di luar Mekah.

Selain itu, syair merupakan salah satu kekuatan tersendiri sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan mereka. Para penyair dianggap sebagai salah satu kelompok yang menyuarakan perasaan. Salah satu karya sastra pra-Islam yang sangat populer adalah al-Mu’allaqat karya Abu Tamam.

Agama Bangsa Arab Pada Zaman Jahiliah

Ajaran tauhid hidup di Jazirah Arab berabad-abad lamanya sampai zaman pemerintahan Raja Zabur Dzil Akhthab di Persia. Ketika itu, Mekah dikuasai suku Khuza’ah.

Orang yang pertama kali menyembah berhala di Mekah adalah salah seorang pemimpin suku Khuza’ah yang bernama Amr bin Luhai. Dia meletakkan berhala besar yang bernama Hubal di tengah Ka’bah. Ia membawa berhala itu dari Kota Balqa, Syam. Awalnya, Amr tertarik dengan kebiasaan masyarakat di sana. Mereka memuja patung-patung sehingga meminta sebuah patung untuk dibawa ke Mekah. Di samping Hubal, masih ada lagi patung berbentuk manusia yang dipuja masyarakat Arab, yaitu Isaf dan Nailah. Amr mengajak penduduk Mekah untuk menghormati, menyembah, dan berdoa kepada berhala-berhala itu.

Demikian awal muja penyimpangan ajaran tauhid Nabi Ibrahim di Tanah Arab yang mulai tergesar dengan munculnya paham keberhalaan. Paham ini terus tumbuh dan berkembang sehingga hampir mayoritas penduduk menjadi pemuja berhala. Bangsa Arab memuja patung-patung yang mereka anggap perantara dengan Tuhan. Patung-patung yang disembah pada masa itu antara lain:
  • Wudda dipuja oleh Bani Kilab yang berada di Daumah al-Jandal;
  • Suwa disembah oleh Bani Hudzail;
  • Yaqus menjadi sembahan Bani Madhaj dan beberapa suku di Yaman;
  • Ya’uq dijadikan sembahan Bani Hamdan; 
  • Nashr dipuja oleh Bani Dzil Kila di Hunain;
  • Latta disembah oleh Bani Tsaqif di Taif;
  • Uzza dijadikan sembahan Bani Quraisy, seluruh Bani Kinanah, dan sebagian Bani Sulaim;
  • Manath dipuja suku Aus, Khazraj, dan Ghassan;
  • Hubbal adalah patung terbesar yang dipuja oleh seluruh bangsa Arab;
  • Issaf dan Nailah patung yang diletakkan di Bukit Shafa dan Marwa. 
Sebelum Islam datang, paham keberhalaan (agama Watsani) telah mengakar kuat dan menjadi mayoritas kepercayaan masyarakat Arab. Masuknya agama Yahudi di Yatsrib dan Yaman, kemudian Kristen di Najran, tidak begitu mempengaruhi keyakinan masyarakat Arab terhadap berhala.

Perkembangan berikutnya adalah dibuatnya berhala atau patung yang terbuat dari batu untuk dikelilingi ketik tawaf, selanjutnya disembah layaknya Tuhan. Jumlahnya mencapai 360 berhala yang diletakkan di sekitar Ka’bah.

Tata cara mereka beribadah kepada berhala-berhala tersebut banyak sekali macamnya. Mereka mempunyai tradisi-tradisi khusus, sebagai berikut.
  1. Bertawaf disekeliling berhala-berhala tersebut sambil berdoa meminta pertolongan dan bantuan.
  2. Bersujud dihadapan berhala-berhala sebagai bentuk peribadatan kepadanya.
  3. Meletakkan persembahan berupa sesajen di sekeliling berhala dengan harapan mendapatkan pertolongan darinya.
  4. Menyembelih sembelihan didekatnya dan menyebut nama-nama berhala tersebut pada saat prosesi penyembelihan.
  5. Beristigasah dan meminta berkah kepadanya.
  6. Mempersembahkan hewan sembelihan sebagai persembahannya.
  7. Bersumpah dengan menyebut nama-nama berhala.
  8. Meminta syafaat dari berhala-berhala yang berada di sekitar Ka’bah supaya mendapatkan pertolongan.
Mereka beranggapan bahwa menyembah berhala-berhala itu bukan berarti menyembah wujudnya, tetapi hal itu dimaksudkan sebagai perantara menyembah Tuhan. Pernyataan semacam itu sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an berikut ini.

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ
Artinya: “...Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’...” (Q.S. az-Zumar/39: 3)
Selain itu ada sebagian masyarakat Arab menyembah binatang yang dilakukan kaum Sabian. Sekelompok orang yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s, dikenal dengan kaum Hanif.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kondisi Masyarakat Mekah Sebelum Islam Masuk

0 komentar:

Post a Comment

Bismillaah ..
Anda boleh meninggalkan komentar di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)

Terima Kasih.