Bagi Yang Sudah Siap Menikah - Islam Tidak Pernah Bertentangan Dengan Fitrah Manusia. Allah yang menciptakan manusia dan Allah yang menurunkan Islam. Karenanya, Islam adalah aturan yang paling pas bagi manusia, memanusiakan manusia.
Dalam Islam, pernikahan adalah jalan untuk menyalurkan cinta dengan bertanggung jawab dan penuh komitmen. Pernikahan dalam Islam tidak dianggap ribet bahkan cenderung mengerikan, sehingga banyak yang harus dipersiapkan yang ujungnya membuat lelaki takut menikah.
Tapi tidak pula Islam memudahkan pernikahan sehingga bisa dipandang sebelah mata dan seenaknya.
Pernikahan hanya memerlukan kemampuan bagi yang menjalankannya.
Dalam Islam, pernikahan adalah jalan untuk menyalurkan cinta dengan bertanggung jawab dan penuh komitmen. Pernikahan dalam Islam tidak dianggap ribet bahkan cenderung mengerikan, sehingga banyak yang harus dipersiapkan yang ujungnya membuat lelaki takut menikah.
Tapi tidak pula Islam memudahkan pernikahan sehingga bisa dipandang sebelah mata dan seenaknya.
Pernikahan hanya memerlukan kemampuan bagi yang menjalankannya.
يَامَعْشَرََ الشَّبَابَ، مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أََغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ * رواه البخارى
“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa belum mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Kemampuan yang dimaksud di sini bukanlah dilihat dari harta, keturunan, atau status sosial, melainkan dari agama semata.
Rasulullah SAW. bersabda,
تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها, فاظفر بذات الدّين تربت يداك
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (memahami Islam), niscaya kamu akan beruntung." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Namun, kebanyakan lelaki dan wanita zaman sekarang, terutama keluarga, baik ayah maupun ibunya, tertipu dan menganggap bahwa pernikahan itu harus dilaksanakan secara mewah, dengan etnis tertentu, atau memiliki syarat status sosial, bahkan pekerjaan bagi calon mempelai. Sehingga pernikahan menjadi momok mengerikan, karena perlu uang banyak dan banyak persiapan.
Ironisnya, kebanyakan yang ingin menikah sekarang, ataupun keluarganya yang ingin menikahkan anaknya, tidak melihat hal terpenting dari pernikahan, yakni AGAMA. Padahal, kemampuan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. adalah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Kesiapan itu berarti tanpa alasan. Bila tau belum siap, mengapa harus mendahulukan pacaran? Ketahuan banget, kalau hanya ingin dapat kenikmatan, tapi menolak tanggung jawabnya.
Perlu juga diketahui bahwa menikah itu bukan hitungan matematika, di mana satu ditambah satu sama dengan dua. Rezeki Allah selalu bersama kedua insan yang menikah karena Allah, menikah karena ingin hubungan yang halal.
Allah berfirman,
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS AL-Nûr [24]: 32)
Bagi yang memahami Islam, tiada khawatir pada dirinya dalam menjalani hidup. Begitu pun yang menikah karena Allah. Dua insan berpadu karena Allah dan karena pahami Islam. Kelak jalan terbuka baginya dan masalah jauh dari mereka. Nafkah bukanlah syarat menikah, namun kewajiban yang harus dipenuhi lelaki setelah menikah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. mensyaratkan mampu yang bermakna mengerti Islam.
Karena dengan memahami Islam, lelaki pasti penuh tanggung jawab. Lelaki yang memahami Islam tidak akan melalaikan kewajibannya mencari nafkah dan menelantarkan anak istrinya. Dan istrinya pun akan bersabar dalam membantu suami mencari nafkah dan menyemangatinya.
Keduanya tak berhenti memohon dan meminta kepada Allah agar mencukupi dunia mereka dengan ibadah wajib maupun sunnah. Keluarga semacam ini, mana mungkin Allah SWT. tiada memberikan bantuan dan memampukan mereka?
Bila sudah dinasihati begini, jika dia masih nekat juga untuk menunda pernikahan, berarti harus terima bila dia belum siap untuk ke jenjang pernikahan. Dan bila belum siap, hanya ada satu pilihan, yakni #UdahPutusinAja.
Jika terdapat permasalahan semisal seperti ini:
"Insya Allah Islam sudah di dada, saya siap membina pernikahan. Hanya orangtuanya belum setuju dengan hubungan kami."
Nah, kalau ini masalahnya agak pelik. Kita coba bahas ditinjau dari dua perkara. PERTAMA, bila orangtua tidak menyetujui pernikahan disebabkan mereka merasa Anda dan dia belum siap untuk menikah, bisa jadi mereka benar. Karena salah satu rukun pernikahan adalah izin dari wali. Walilah yang memutuskan apakah anaknya sudah siap dinikahkan atau belum.
Wali adala orang yang hidup sehari-hari dan berinteraksi dengan orang yang akan menikah. Bila itu adalah ayahnya, ayahnya Insya Allah lebih memahami apakah anaknya sudah dewasa dan siap membina keluarga ataukah belum. Maka, restu orangtua di sini menjadi sesuatu yang harus dipenuhi dan bila mereka menolak menyetujui pernikahan karena merasa Anda atau dia belum mampu secara Agama, ini hal yang diperbolehkan syariat.
Lalu, bagaimana bila Anda sudah merasa mampu secara agama untuk membina keluarga, tetapi belum juga disetujui oleh wali? Itulah gunanya proses melobi. Lobi wali dan tunjukkan kepada mereka bahwa Anda memang sudah dewasa (dewasa di sini adalah sikap, bukan menonton film dewasa). hehehe ..
Tunjukkan kepada mereka bahwa Anda mampu dalam agama, mampu dalam mental, dan mampu menjadi pemimpin bagi keluarga atau mampu menjadi yang dipimpin dalam keluarga yang akan dibina kelak.
"Bila sudah ditunjukkan, tapi belum juga dapat lampu hijau dari wali?"
Bersabarlah, mungkin yang terbaik bagimu adalah menunda beberapa saat lagi. After all, waktu sering kali jadi satu-satunya hal yang kurang. Bersabarlah dan buktikan kedewasaanmu padanya.
KEDUA, bila alasan orangtua adalah sesuatu yang tidak syar'i? Seperti ketidaksetujuan karena berbeda etnis, suku, tingkat kekayaan, atau status sosial, karena kakak belum nikah, tidak sreg melihat wajah calon yang tidak lulus feng shui (tidak hoki)?
Nah, yang ini perlu penanganan ekstra dengan menasihati orangtua dengan baik. Melobi sekaligus memperbaiki pandangan mereka yang salah. Sampaikan kepada mereka dengan baik. Menunda-nunda pernikahan seorang anak perempuan, padahal ia telah siap dan telah datang lelaki yang baik dalam agamanya, adalah suatu perbuatan yang buruk, karena akan mendatangkan fitnah.
Bagi yang memahami Islam, tiada khawatir pada dirinya dalam menjalani hidup. Begitu pun yang menikah karena Allah. Dua insan berpadu karena Allah dan karena pahami Islam. Kelak jalan terbuka baginya dan masalah jauh dari mereka. Nafkah bukanlah syarat menikah, namun kewajiban yang harus dipenuhi lelaki setelah menikah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. mensyaratkan mampu yang bermakna mengerti Islam.
Karena dengan memahami Islam, lelaki pasti penuh tanggung jawab. Lelaki yang memahami Islam tidak akan melalaikan kewajibannya mencari nafkah dan menelantarkan anak istrinya. Dan istrinya pun akan bersabar dalam membantu suami mencari nafkah dan menyemangatinya.
Keduanya tak berhenti memohon dan meminta kepada Allah agar mencukupi dunia mereka dengan ibadah wajib maupun sunnah. Keluarga semacam ini, mana mungkin Allah SWT. tiada memberikan bantuan dan memampukan mereka?
Bila sudah dinasihati begini, jika dia masih nekat juga untuk menunda pernikahan, berarti harus terima bila dia belum siap untuk ke jenjang pernikahan. Dan bila belum siap, hanya ada satu pilihan, yakni #UdahPutusinAja.
Jika terdapat permasalahan semisal seperti ini:
"Insya Allah Islam sudah di dada, saya siap membina pernikahan. Hanya orangtuanya belum setuju dengan hubungan kami."
Nah, kalau ini masalahnya agak pelik. Kita coba bahas ditinjau dari dua perkara. PERTAMA, bila orangtua tidak menyetujui pernikahan disebabkan mereka merasa Anda dan dia belum siap untuk menikah, bisa jadi mereka benar. Karena salah satu rukun pernikahan adalah izin dari wali. Walilah yang memutuskan apakah anaknya sudah siap dinikahkan atau belum.
Wali adala orang yang hidup sehari-hari dan berinteraksi dengan orang yang akan menikah. Bila itu adalah ayahnya, ayahnya Insya Allah lebih memahami apakah anaknya sudah dewasa dan siap membina keluarga ataukah belum. Maka, restu orangtua di sini menjadi sesuatu yang harus dipenuhi dan bila mereka menolak menyetujui pernikahan karena merasa Anda atau dia belum mampu secara Agama, ini hal yang diperbolehkan syariat.
Lalu, bagaimana bila Anda sudah merasa mampu secara agama untuk membina keluarga, tetapi belum juga disetujui oleh wali? Itulah gunanya proses melobi. Lobi wali dan tunjukkan kepada mereka bahwa Anda memang sudah dewasa (dewasa di sini adalah sikap, bukan menonton film dewasa). hehehe ..
Tunjukkan kepada mereka bahwa Anda mampu dalam agama, mampu dalam mental, dan mampu menjadi pemimpin bagi keluarga atau mampu menjadi yang dipimpin dalam keluarga yang akan dibina kelak.
"Bila sudah ditunjukkan, tapi belum juga dapat lampu hijau dari wali?"
Bersabarlah, mungkin yang terbaik bagimu adalah menunda beberapa saat lagi. After all, waktu sering kali jadi satu-satunya hal yang kurang. Bersabarlah dan buktikan kedewasaanmu padanya.
KEDUA, bila alasan orangtua adalah sesuatu yang tidak syar'i? Seperti ketidaksetujuan karena berbeda etnis, suku, tingkat kekayaan, atau status sosial, karena kakak belum nikah, tidak sreg melihat wajah calon yang tidak lulus feng shui (tidak hoki)?
Nah, yang ini perlu penanganan ekstra dengan menasihati orangtua dengan baik. Melobi sekaligus memperbaiki pandangan mereka yang salah. Sampaikan kepada mereka dengan baik. Menunda-nunda pernikahan seorang anak perempuan, padahal ia telah siap dan telah datang lelaki yang baik dalam agamanya, adalah suatu perbuatan yang buruk, karena akan mendatangkan fitnah.
إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ
فَزَوِّجُوْهُ . إِلَّا تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ الْأَرْضِ
وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
“Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi “ (HR Al-Tirmidzi)
Musibah adalah ujian bagi orang yang taat dan teguran kepada orang yang bermaksiat. Bersabar, mungkin itu kata yang harus diingat di dunia. Karena selama hidup masih diberikan kepada kita, selama itu pula musibah akan datang kepada kita.
Termasuk kepada orangtua kita, walaupun mereka jelas-jelas salah dalam satu dan lain hal, tetap saja kita harus merendahkan suara kita di depan mereka, tidak menyakiti hati mereka. Menahan diri untuk tidak menyakiti mereka, bahkan saat mereka melakukan kesalahan, adalah sebuah pahala bagi kita. Bagaimanapun, naluri seorang ibu adalah melindungi, walaupun mungkin dengan cara yang salah.
0 komentar:
Post a Comment
Bismillaah ..
Anda boleh meninggalkan komentar di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)
Terima Kasih.