Saturday, June 8, 2013

Persepsi Umum Tentang Khitbah Ta'aruf

Persepsi Umum Tentang Khitbah Ta'aruf - Bagi yang belum pernah menjalani prosesi khitbah-ta'aruf, begitulah persepsi umum tentangnya.  Bahwa ketika Islam melarang interaksi yang tidak penting antara lelaki dan wanita, lantas dianggap tidak ada interaksi sama sekali. Padahal, seudah dijelaskan bahwa justru di dalam proses khitbah-ta'aruf, perkenalan itu lebih mudah dijalani, masing-masing dapat mengetahui pasangannya dengan lebih baik, karena sumber-sumbernya tidak hanya dari dirinya, tetapi juga bisa dari ayah dan ibunya, ataupun keluarganya.

Padahal, pacaran pun tidak menjamin kelanggengan pernikahan. Justru sebaliknya, kita lihat angka perceraian yang semakin meningkat dengan pesatnya, padahal sebelum menikah sudah bertahun-tahun pacaran. Begitu pun angka perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang masih menjadi primadona masalah dalam rumah tangga. 

UKDating.com mengungkapkan bahwa wanita di negara tersebut rata-rata berkencan dengan 24 Pria berbeda sebelum menikah. Survei dilakukan terhadap 2.173 Wanita yang menjadi anggota tersebut. Masih dalam topik yang sama. Pada 2012, situs kencan UndercoverLovers.com mengadakan survei terhadap pasangan yang sudah menikah. Dan hasilnya, 95% Wanita dan 83% Pria mengklain berhasil melakukan pertemuan ilegal tanpa diketahui pasangannya.

Hasil ini tidak berbeda dengan temuan Universitas Indiana dan Universitas Manchester Metropolitan yang mengadakan penelitian pada tahun 2012, bahwa 50% Wanita yang telah menikah mengakui bahwa dalam kehidupannya, mereka telah terliabt hubungan dengan pria lain.

Pada Majalah Eksekusif, terlepas dari pro-kontra hasilnya, telah meneliti sekitar 500 Eksekutif Lelaki di Jakarta dan temuan mereka publikasikan pada 2012 dengan judul yang fantastis, yakni 3 di antara 2 lelaki, SELINGKUH! Tampaknya di Indonesia, khususnya perkantoran, selingkuh adalah bagian dari life style.

Apakah pacaran menjamin Anda mengenali pasangan Anda yang kelak akan jadi pendamping hidup saat berkeluarga? Definitely not!

Lihat saja realitasnya, sebagian besar pernikahan yang kandas diawali dengan pacaran, bukan dengan khitbah-ta'aruf. Malah jarang sekali kita menyaksikan yang khitbah-ta'aruf lantas bubar pernikahannya. Mengapa bisa begitu? Kita kupas satu per satu di sini.

Saat pacaran, pada awalnya mungkin semua terasa indah, itu karena lelaki masih punya keinginan dan punya target yang harus dia capai, dan masih ada sesuatu yang dia inginkan. Maka, wajar yang muncul adalah romantisme untuk menarik hati dan meruntuhkan pertahanan iman. Kita tak pernah tau seperti apa sifat sebenarnya pasangan saat pacaran, karena yang dimunculkan yang baiknya saja, yang enaknya saja. Mendadak setelah menikah, sifat yang sebelumnya tak terlihat tampak, seolah-olah menikahi orang yang tak pernah kita kenal.

Memang pacaran bukan dirancang untuk keseriusan dan komitmen. Maka, wajar perkenalan yang terjadi saat pacaran pun hanya kenalan secara fisik. Adapun nilai-nilai yang dianut, tanggung jawab yang sangat penting saat membina keluarga, dan agama serta akhlaknya mutlak tersembunyi ketika pacaran.
Dalam kamus pacaran, bila pacarmu lembut, itu sekarang dan akan berubah kasar setelah menikah. Bila pacarmu kasar sekarang, apalagi setelah menikah?

Pacaran tidak pernah jadi ajang perkenalan. Mitos itu hanya jadi legitimasi aktivis pacaran, yang kebanyakan pendukungnya adalah lelaki. Karena mereka hanya bertaruh gengsi, sementara wanita bertaruh kehormatan seumur hidup.

Berbeda dengan khitbah-ta'aruf. Perkenalannya tanpa ada kerugian, tanpa khalwat, tanpa sentuh, tanpa pertaruhkan apa pun. Tak libatkan nafsu, sehingga bisa fokus membahas masa depan yang akan dibina, dan libatkan orangtua sehingga tak subyektif dan lebih banyak reliable resources. Kalaupun harus tak dirugikan, tiada yang jadi korban. KEREN!

Coba pikirkan konsep pula ini.
Kedua hati yang sama mencintai Allah, pasti akan saling mencintai, betul atau betul? (hehehe ...) Karena bagi dua hati yang terpaut kepada Allah, sebenarnya tiada perlu perkenalan. Karena standar benar-salah, baik-buruk, suka-benci, halal-haram, kesemuanya itu sudah sama.

Maka, suami yang taat kepada Allah, pasti mencintai seorang istri selama di menaati Allah. Sebaliknya, seorang istri akan menyayangi suami karena ketaatan suaminya kepada Allah. Jaminan cintanya adalah Allah, maka selama Allah eksis, mewujud pula cinta kasihnya.

Istri takkan khawatir suaminya selingkuh, karena ketaatan suaminya kepada Allah yang menghalanginya berbuat serong, bukan pandangan mata istrinya yang terbatas. Begitu pun suami, tak perlu takut istrinya tidak menjaga diri, karena ketaatan kepada Allah yang menjaga istrinya dari berbuat nista, bukan pengawasan suaminya yang terbatas.

Bila ada masalah-masalah pun terasa kecil dihadapan keluarga yang menjaminkan cintanya kepada Allah. Tiada masalah besar dalam kamus mereka. Namanya suami-istri jelas ada cekcok. Namun bedanya, yang menstandarkan cintanya pada ketaatan kepada Allah, takkan sulit baginya memperbaiki diri atau memperbaiki pasangannya. Menasihati pasangan atau menerima nasihat.

Contoh Konkret

Sebelum menikah, saat proses ta'aruf dengan istri yang waktu itu masih menjadi calon, kami meminta calon istri menghafalkan sebuah hadits, sebagaimana tertera di bawah ini,

أَلاَّ أُخْبِرُكُمْ بِِِِنِسِائِكُمْ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِيْ إِذَا آذَت أَوِ أُوْذِيَتْ جَاءَتْ حَتَّى تَأْخُذَ بِيَدِ زَوْجِهَا ثُمَّ تَقُوْلُ وَاللهِ لاَ أَذُوْقُ غَمِضاً حَتَّى تَرْضَى
"Ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak (subur), dan banyak memberikan manfaat kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata, 'Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaikuku.'" (HR al-Baihqai)

Setelah menikah, saat ada masalah apa pun, kami menyampaikan kepada istri,
"Masih ingatkah hadis yang dulu Abi minta untuk dihafal?"

Seketika itulah masalah selesai. Bukan karena ketaatan istri kepada suaminya yang bisa menyebabkan hal itu, tetapi ketaatan istri kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW, yang mendorong amalnya.

"Subhanallah, simply very romantic ..."


Sungguh, mencintai seorang wanita karena Allah hanya bisa dirasa apabila kita mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain. Saat ada pertengkaran, tunggu saat dalil terucap, maka sirnalah pertengkaran tersebut. Karena keduanya sudah sama-sama ridha pada ketetapan Allah dan menaruh ego di belakang syariat. Al-qur'an dan Sunnah adalah pembimbing mereka.

Suami muda dinasihati dengan kalimat Allah dan Rasul-Nya, begitu juga istri yang selalu menyayangi suaminya, karena itu merupakan perintah Allah SWT. Pada dua hati yang terikat karena Allah, hanya seperti inilah hanya bisa ditemukan dalam Islam.

Jadi, yang mana yang seperti membeli kucing dalam karung?
 Ta'aruf  atau Pacaran?
You decide!

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Persepsi Umum Tentang Khitbah Ta'aruf

0 komentar:

Post a Comment

Bismillaah ..
Anda boleh meninggalkan komentar di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)

Terima Kasih.