Khitbah Tak Serius Tanpa Seizin Wali - Tidak dikatakan serius sebuah khitbah tanpa ada izin wali yang memiliki wanita tersebut. Karena yang membedakan antara khitbah-ta'aruf dengan pacaran ada dua hal; Pertama, adalah akad yang jelas. Kapan khitbah-ta'aruf itu akan diakhiri dengan pernikahan. Kedua, tidak ada interaksi ta'aruf yang berkhalwat alias ada mahram wanita yang terlibat saat terjadi interaksi.
Kedua hal di atas memanglah sulit, bahkan hampir tidak mungkin untuk dilakukan, tanpa izin dari wali. Percuma pula bila sudah lama ta'aruf, namun wali wanita tidak menyetujui hubungan itu ke arah pernikahan. Hal itu akan menjadi masalah besar yang menanti. Karenanya, persetujuan atau izin wali haruslah jelas di awal, agar tidak menyakitkan dan menjadi masalah ke depan.
Sepantasnya seorang lelaki yang ingin menikahi seorang wanita, setelah mengkhitbah wanita dan mendapatkan persetujuannya, harus mendatangi walinya segera untuk membicarakan niat dan maksud menikahi putrinya dan menentukan tanggal pernikahan. Dengan begitu, akad khitbah telah sempurna.
Lebih baik lagi, bagi wanita yang sudah mampu dan siap menikah, yakinkah dulu pada ayah dan bundanya untuk menerima siapa pun calon yang kelak akan Anda pilih. Dari sekarang melobi orangtua dengan ide-ide Islam, bagaimana Rasulullah SAW. menikah dan memilih pasangan, hingga saat ada yang mengkhitbah, orangtua sudah siap dan tinggal menyetujui setelah mengevaluasi calon yang akan datang.
Siapkan mereka untuk menerima apa pun pilihanmu kelak. Dari sekarang bisa berkomunikasi intensif dengan orangtua sebagai bentuk kedewasaan Anda. Ciptakan sebuah kondisi sehingga bisa bicara dari hati ke hati tentang masa depan yang Anda inginkan. Juga sampaikan bagaimana Islam mengatur khitbah-ta'aruf nikah. Sehingga terbentuk kesadaran dan pemahaman pada orangtua.
Bila engkau cukup dewasa untuk melakukannya, bila engkau cukup dewasa untuk mendapatkan kepercayaan dari ayah-bundamu, mereka pasti akan setuju dengan apa yang engkau pilih. Bukannya khitbah dulu, baru siapkan dan kondisikan orangtua, itu bakal memakan waktu dan energi yang tidak sedikit. Lebih baik, siapkan diri terlebih dahulu dan kondisikan orangtua, barulah khitbah.
Khitbah bukanlah pacaran dalam bentuk Islami, dan khitbah juga bukan berarti sudah menikah. Karenanya, interaksi-interaksi yang dilakukan setelah khitbah bukanah berkirim SMS cinta atau SMS sayang, bukan pergi berdua, ngobrol berdua dan berkhalwat. Perlu diingat bahwa saat mengkhitbah keduanya masih asing dan belum mahram, sehingga bila ada khalwat di antara mereka, yang ketiganya pastilah setan.
Untuk saling mengenal, boleh saja lelaki bertemu dengan wanita yang dikhitbahnya untuk melakukan ta'aruf (perkenalan). Bertanya tentang masa depan dan visi keluarga yang akan dibangun, berbicara tentang nilai-nilai yang dianutnya, dan terutama mengevaluasi pemahaman agama yang menjadi tiang pernikahan. Hanya saja, sekali lagi, harus ada mahramnya yang menemani, hingga pembicaraan tidak ngalor-ngidul teu puguh.
Di antara keduanya juga diperbolehkan saling melakukan kebaikan, seperti saling memberi hadiah, menanyakan kepribadian masing-masing, cara pandang, sikap, dan sebagainya. Hal ini karena khitbah memang merupakan sarana untuk dapat saling mengenal lebih jauh satu sama lain dengan cara yang baik.
Interaksi via SMS, telepon, dan media lainnya pun dibolehkan. Hanya saja, harus diingat dan dijaga agar tidak menyampaikan sesuatu yang tak sepantasnya. Karena khalwat pun bisa terjadi melalui komunikasi modern. Tak perlu sematkan kata cinta yang membuai dan ricdu yang berduri, kata-kata tak halal itu awal dari bisikan setan.
Lebih aman bila menanyakan perihal calon kepada orangtuanya, yang memang sejak dahulu bersamanya, tentu lebih tau sifat dan karakter yang mungkin sulit disampaikan oleh yang bersangkutan. Islam juga melarang lelaki Muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
Rasulullah SAW. bersabda,
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ
بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ
أَخِيْهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ
الْخَاطِبُ
"Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya."
(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Keseriusan itu menyelesaikan urusan satu per satu. Tidak pula dikenal seorang lelaki melakukan ta'aruf dengan dua wanita berbeda, padahal dia hanya niat menikahi satu orang. Ataupun wanita yang melakukan ta'aruf dengan dua lelaki berbeda. Adapun rentang waktu ta'aruf, tidak ada satu pun dalil yang menjelaskan berapa lama batas waktu ta'aruf, lebih cepat tentu lebih baik. Melihat dari hadits khitbah Abdurrahman ibn Auf pada Ummu Hakim, Abdurrahman segera menikahi begitu selesai mengkhitbah.
Dengan kata lain, tidak ada batasan waktu. Apakah khitbah itu diakadkan satu hari lalu menikah, satu minggu, satu bulan, atau bahkan pernikahan itu dilakukan satu tahun setelahnya. Namun jelas, lebih panjang periode ta'aruf itu dilakukan, maka semakin besar pula kemungkinan bagi yang terlibat dalam proses ta'aruf untuk melakukan interaksi-interaksi yang tidak seharusnya.
Sebuah pernikahan yang diawali dengan ideologi Islam memang kebahagiaannya tiada pernah terputus, karena kepada Allah, semua ditakar dan dikira. Saling mengingatkan dalam ketaatan adalah sebuah kebaikan serta nikmat, karena pada setiap nasihat ada cinta yang tersemat.
Berbagi canda tawa dalam dakwah merupakan sarapan, berbagi keluh kesan adalah makan siang, dan berbagi asa menjadi makan malamnya. Suami meyakini bahwa rumah dan kehormatannya akan dijaga saat pergi. Istri pun yakin bahwa suaminya akan menjaga kesetiaan hati.
0 komentar:
Post a Comment
Bismillaah ..
Anda boleh meninggalkan komentar di blog ini dengan syarat :
1. Tidak mengandung SARA
2. Komentar SPAM dan JUNK akan dihapus
3. Tidak diperbolehkan menyertakan link aktif
4. Berkomentar dengan format (Name/URL)
Terima Kasih.